Email: cs@detakpustaka.com
Tlp/WA: +62 858-5003-8406
Beranda » Blog » 5 Pelajaran Hidup yang Bisa Dipetik dari Novel Ranah 3 Warna

5 Pelajaran Hidup yang Bisa Dipetik dari Novel Ranah 3 Warna

5 Pelajaran Hidup yang Bisa Dipetik dari Novel Ranah 3 Warna

Novel Ranah 3 Warna merupakan buku kedua dari trilogi novel Negeri 5 Menara, berkisah mengenai kehidupan Alif setelah lulus dari Pondok Pesantren Madani. Artikel kali ini akan membahas lima pelajaran hidup yang bisa dipetik dari novel Ranah 3 Warna. Pelajaran hidup bisa diperoleh dari mana saja, tidak terkecuali dengan cara  membaca sebuah novel. Silahkan disimak, semoga bermanfaat. 

Pelajaran Hidup yang Bisa Dipetik dari Novel Ranah 3 Warna

Pelajaran hidup yang bisa dipetik dari sebuah novel merupakan suatu bentuk dari unsur intrinsik novel yaitu amanat. Amanat dari sebuah novel dapat kita jumpai secara jelas maupun tersirat. Bila amanat tersampaikan secara tersirat biasanya tinggal bagaimana perspektif kamu sebagai pembaca menafsirkannya.

Pada novel Ranah 3 Warna termasuk jenis amanat yang dapat kita baca langsung. Kamu akan tahu tanpa tanpa perlu menafsirkannya. Baik amanat yang langsung maupun tersirat, keduanya tetap bermanfaat. Inilah salah satu manfaat dari membaca novel yakni selain terhibur kamu juga bisa memetik pelajaran hidup dari kisah yang tersaji.

Pelajaran hidup dari kisah perjalanan Alif di novel Ranah 3 Warna

Alif merupakan sosok penuh yang penuh ambisi, begitulah dulu aku menilainya. Penuh gairah dan semangat untuk mewujudkan impiannya. Alif melalui jalan yang tidak semulus jalan tol, karena ada hambatan yang datang silih berganti. Bahkan tabrakan antara pikiran, hati, dan tindakannya sering kali terjadi.

Namun semua itu berbuah manis, hingga menjadikan novel Ranah 3 Warna penuh pelajaran hidup yang bisa dipetik. Berikut adalah lima pelajaran hidup yang bisa dipetik dari novel Ranah 3 Warna.

1. Novel Ranah 3 Warna mengajarkan kita untuk tidak  cepat menyerah

Novel Ranah 3 Warna menceritakan kehidupan Alif sebagai tokoh utama setelah lulus dari Pondok Madani. Selesai menimba ilmu di Pondok Madani, Alif memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.

Novel ini salah satunya mengisahkan perjalanan berlika-liku Alif dalam mewujudkan cita-citanya kuliah di ITB seperti BJ. Habibie. Perjalanan kehidupan yang berlika-liku ini sangatlah tidak mudah bagi Alif. Bahkan pada akhirnya Alif tidak jadi di ITB tapi di Universitas Padjadjaran jurusan Hubungan Internasional.

Alif memulai perjalanannya bukan lagi dari titik nol, bisa dibilang Dia memulainya dari bilangan minus. Bagaimana tidak, untuk bisa mengikuti ujian UMPTN Alif harus menempuh ujian persamaan SMA terlebih dahulu. Sementara itu ketika di pondok pesantren Alif mempelajari materi sekolah yang tentunya sangat jauh berbeda dengan anak SMA di sekolah umum.

Dengan segala rintangan tersebut Alif tidak menyerah begitu saja. Alif tekun belajar untuk ujian persamaan SMA. Begitu pula untuk ujian UMPTN, Alif mengerahkan segala usaha. Karena baginya UMPTN bukan hanya pertandingan melawan diri sendiri, tapi juga melawan “musuh” dari seluruh Indonesia.

2. Novel Ranah 3 Warna mengajarkan kita untuk sadar akan kapasitas diri

Bermimpi setinggi-tingginya boleh, tapi juga harus tahu akan kapasitas diri. Harus realistis. Seperti apa yang dilakukan Alif dengan keputusannya untuk mengubah target hidupnya.

Saat itu Alif memutuskan untuk tidak lagi menjadikan ITB sebagai prioritas utama. Namun bisa diterima di  perguruan tinggi negeri-lah yang menjadi prioritasnya. Terkadang mengubah target bukanlah sebuah kesalahan, karena tidak ada satu hal pun di dunia ini yang kebetulan. Mungkin saja ada hal indah yang bisa di dapat dari pilihan kedua tersebut.

“Aku duduk di batu hitam besar di pinggir danau. Aku sangat tersinggung dengan kata-kata Randai. Tapi yang membuat hatiku lebih perih adalah: aku setuju dengan Randai. Aku memang keteteran belajar pelajaran hitungan.

Aku akhirnya harus memilih dengan realistis. Kemampuan dan waktu yang aku punya saat ini tidak cocok dengan impianku. Dengan berat hati aku kuburkan impian tinggiku dan aku hadapi kenyataan bahwa aku harus mengambil jurusan IPS. Selamat jalan, ITB.” (Novel Ranah 3 Warna halaman 10 – 11)

3. Bila tulisanmu masih salah jangan bersedih, revisi dan perbaiki lagi

Salah satu perjalanan hidup Alif adalah perihal kehidupannya di dunia tulis menulis. Novel Negeri 5 Menara sudah mengisahkan bahwa Alif  tertarik di dunia kepenulisan. Di novel Ranah 3 Warna ini mengisahkan, kisah Alif  yang bergabung dengan majalah kampus bernama majalah Kutub.

Majalah Kutub tersebut dipimpin oleh senior yang bernama Bang Togar. Bang Togar adalah sosok penulis yang memiliki standar tulisan yang tinggi. Karena standar tulisan yang tinggi tersebut, membuat Alif berulang kali mendapatkan revisi.

Bang Togar tidak hanya memberi kritikan saja, tapi Dia juga mencoret tulisan Alif menggunakan tinta merah. Tinta merah tersebut tidak hanya mencoret satu dua kalimat. Namun, Bang Togar mencoret setiap halaman kertas dari ujung kanan atas ke kiri bawah dan dari ujung kiri atas ke kanan bawah.

Hari ini aku sibuk sekali karena harus memperbaiki naskah, mengetik ulang, mengantar, dan dicoret Bang Togar lagi. Sampai berulang-ulang. Aku mulai merasa seperti bola yang diempaskan ke dinding tembok, memantul, diempaskan lagi, dan memantul lagi. (Novel Ranah 3 Warna halaman 76)

Alif tidak menyerah begitu saja. Bang Togar akhirnya menerima tulisannya itu semua berkat ketekunan dan kesabaran Alif. Bang Togar tidak lagi mencoret, tapi memberi tanda contreng pada tulisan Alif.

“Dengan malas-malas aku lihat sekilas. Paling-paling kena coret lagi. Tunggu dulu. Ada yang berbeda. Ini bukan coretan silang besar seperti tadi. Garisnya ke bawah dan melengkung ke atas. Ini bukan silang, tapi tanda contreng BETUL. Aku balik halaman lain, semuanya dicontreng betul. Hanya halaman 5 ada coretan kecil untuk memperbaiki sebuah kalimat.” (Novel Ranah 3 Warna halaman 77)

Tidak hanya menulis di majalah kampus, Alif juga mulai menulis di koran. Awalnya hanya koran lokal yang menerima tulisan Alif dengan honor lima belas ribu rupiah. Berkat ketekunan, kemauannya untuk terus belajar, dan juga doa, tulisan Alif berhasil diterima di koran ternama. Yaitu di Pikiran Rakyat yang merupakan koran paling bergengsi di Jawa Barat.

Kutipan kisah tersebut dapat kamu gunakan sebagai pemacu semangat untuk tetap  menulis. Jika kamu sedang berproses dalam menulis sebuah karya jangan mudah menyerah ya! Kamu juga bisa belajar melalui komunitas kepenulisan, dan mengikuti kelas menulis. Selalu ada jalan untuk bisa mewujudkan cita-citamu untuk menjadi penulis dan menghasilkan karya yang berkualitas.

4. Novel Ranah 3 Warna mengajarkan mantra baru man shabara zhafira

Cobaan menghampiri hidup Alif. Ayahnya meninggal dunia, hingga membuat Alif memutar otak agar bisa membantu meringankan beban ibunya. Beban ibunya untuk uang kuliah Alif, dan pengeluaran sehari-hari ibu dan adiknya di kampung.

Alif merasa bertanggung jawab untuk meringankan beban ibunya karena Dia adalah anak pertama. Untuk merealisasi keinginannya tersebut Alif berjualan kain bordir. Alif menjualnya dari pintu ke pintu ketika sedang tidak ada jam kuliah.

Apabila kuliah sedang libur Alif lebih keras lagi usahanya dalam berjualan. Dari pagi sampai malam, fulltime. Hingga akhirnya tubuh Alif tidak mampu lagi dan Alif sakit tifus kurang lebih selama sebulan.

Di masa sulitnya dan sedang terbaring sakit itu ibu Alif mengiriminya surat. Seakan tahu kondisi anaknya yang sedang tidak baik-baik saja. Ibu Alif berpesan agar Alif tidak terlalu memikirkan ibunya yang di kampung. Ibu Alif juga berpesan agar Dia memperbanyak zikir dan sabar.

Sabar. Kata tersebut mengingatkan Alif akan petuah yang didapatnya dari Pondok Madani. Ada kalanya tidak cukup hanya dengan bersungguh-sungguh. Kamu juga perlu menjadi sabar, sabar yang sesungguhnya bukan sekedar berdiam diri.

“Yang namanya dunia itu ada masa senang dan masa kurang senang. Di saat kurang senanglah kalian perlu aktif. Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tapi aktif bertahan, aktif menahan cobaan, aktif mencari solusi. Aktif menjadi yang terbaik. Aktif untuk tidak menyerah pada keadaan. Kalian punya pilihan untuk tidak menjadi pesakitan.

Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di tujuan. Setelah ada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Untuk lebih baik. Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan sudah berjanji bahwa sesungguhnya Dia berjalan dengan orang yang sabar.” (Novel Ranah 3 Warna halaman 131)

5. Banyak jalan untuk menggapai impian

Pada awalnya Alif bercita-cita untuk kuliah di ITB dan bisa pergi ke luar negeri, ke benua Amerika. Harapan itu sempat pupus. Namun kembali tumbuh berkat kesabarannya. Alif berhasil ke Benua Amerika dengan mengikuti program pertukaran pemuda antara Indonesia dan Kanada.

“Cita-citaku ke luar negeri telah tercapai, bahkan tepat ke benua impianku. Kanada bagai anugerah air di tengah kemarau. Kanada menyelamatku dari hidup yang melelahkan dan sulit di Bandung. Membuka dimensi baru di hidupku.” (Novel Ranah 3 Warna halaman 425)

Kehidupan yang kita jalani memang tak semudah dan sesingkat cerita sebuah novel. Namun, pada setiap kisah dari sebuah novel tentu ada hikmah yang bisa kita ambil bukan? Begitu pula pada novel Ranah 3 Warna.

Tuliskan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Keranjang belanja

Tidak ada produk di keranjang.

Kembali ke toko