3 Karya Sastra Klasik Indonesia Terpopuler Sepanjang Masa!
Dunia kesusastraan Indonesia akan selalu mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Sastrawan-sastrawan baru mulai bermunculan. Karya-karya sastra yang lahir juga semakin beragam. Namun, ada beberapa karya sastra klasik Indonesia yang seolah tak lekang oleh waktu dan tetap dikenal hingga saat ini.
Karya sastra memang selalu menyimpan keestetikannya sendiri. Di dalamnya menyimpan banyak sekali keindahan diksi, kekayaan bahasa, cerminan kondisi sosial budaya masyarakat di masa-masa tertentu, serta masih banyak hal lain yang masih bisa digali lebih dalam.
3 Karya Sastra Klasik Indonesia Terpopuler Sepanjang Masa!
Dari beragam karya sastra klasik Indonesia yang pernah diciptakan sebelumnya, ada beberapa karya yang seolah menjadi karya yang tak lenyap dimakan zaman. Meskipun sudah puluhan tahun diterbitkan, tetapi karya-karya tersebut masih menjadi karya terbaik, hingga membuatnya populer hingga sekarang. Nah, berikut ini tiga karya sastra klasik Indonesia terpopuler sepanjang masa.
1. Roman Sitti Nurbaya Karya Marah Roesli
Roman atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan novel, yang pertama adalah Sitti Nurbaya. Sitti Nurbaya merupakan roman yang terbit pada periode Balai Pustaka. Roman ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1922. Saking populernya, roman ini telah dicetak sebanyak 44 kali pada tahun 2008.
Roman karya Marah Roesli ini mengangkat tema kasih tak sampai, pertentangan antara cinta dan adat. Sesuai dengan judulnya, roman ini menceritakan kisah tentang Sitti Nurbaya, seorang perempuan yang berasal dari Padang. Sitti Nurbaya adalah anak pedagang kaya yang bernama Bagindo Sulaiman, dan Samsul Bahri kekasihnya merupakan anak Sutan Mahmud seorang Penghulu.
Mereka berdua harus berpisah karena Samsul Bahri melanjutkan sekolah kedokteran di Jakarta. Sepeninggal Samsul, hidup Bagindo Sulaiman dan Sitti berubah. Hartanya perlahan habis akibat tipu muslihat orang jahat bernama Datuk Maringgih, sehingga jatuh miskin.
Karena tak mampu membayar hutang, akhirnya Sitti harus bersedia menikah dengan Datuk Maringgih. Samsul yang mendengar kekasihnya menikah dengan pria lain merasa kecewa dan patah hati. Ia kemudian mengunjungi Padang setelah perkawinan Sitti dan Datuk Maringgih. Akhirnya, ia pun bertemu dengan Sitti, tetapi diketahui oleh Datuk Maringgih.
Karena pertemuan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan aturan adat, ayah Samsul merasa malu dan memarahi anaknya serta melarangnya pulang kembali ke Padang. Nasib Sitti sendiri juga tak kalah malang. Datuk Maringgih mengusirnya dan kemudian meracuninya hingga meninggal.
2. Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka
Karya sastra lama terpopuler selanjutnya adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Roman ini dikarang oleh Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Roman ini pertama kali terbit pada tahun 1939.
Mengisahkan tentang perbedaan latar belakang sosial adat Minangkabau yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga berujung kematian. Diceritakan Zainuddin, seorang pemuda berdarah Minang dan ayahnya yang berdarah Bugis.
Ibu Zainuddin berharap bahwa keluarga kecil mereka akan diterima dan diberikan sambutan gembira dari keluarga ayahnya di tanah kelahirannya, yaitu Padang Panjang. Namun yang terjadi ternyata tidak sesuai harapan, Zainuddin dianggap orang asing oleh keluarganya. Itu karena ia memiliki darah ibu dari luar suku Minangkabau.
Ketidaknyamanannya hidup di kampung halaman yang tidak pernah mau mengakuinya ini akhirnya terobati setelah ia bertemu dengan Hayati dan mencintainya dengan sepenuh hati. Namun, ibu Hayati tidak suka dengan hubungan mereka, dan menjodohkannya dengan Azis, pria Minang yang berasal dari keluarga terpandang serta kaya.
Sebuah peristiwa tak terduga pun tiba menghampiri Zainuddin. Di tengah kesuksesannya, dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin dipertemukan kembali dengan Hayati. Tapi kali ini Hayati bersama Aziz, suaminya. Kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemukan ujian yang berat. Hingga Hayati pulang ke kampung halaman dengan kapal Van Der Wijck, dan tenggelam di tengah-tengah perjalanan.
3. Roman Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari
Roman terpopuler berikutnya adalah Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Ronggeng Dukuh Paruk pertama kali terbit pada tahun 1982. Roman ini menjadi novel laris Indonesia terbaik yang sudah membawa nama sastra Indonesia harum di mata dunia, karena berhasil meraih penghargaan Southeast Asian Writer Award pada 1995.
Roman ini mengisahkankan tentang sebuah kehidupan penari ronggeng Jawa yang ada di Dukuh Paruk. Srinthil adalah gadis berusia 11 tahun yang berprofesi sebagai ronggeng. Dia dianggap keturunan Ki Secamenggala yang diyakini dapat mengembalikan citra pedukuhan.
Srinthil merupakan anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal bersama 16 penduduk lain yang mengalami keracunan tempe bongkrek. Kedua orang tua Srinthil merupakan pembuat tempe itu. Srinthil yang kala itu masih bayi, kemudian dirawat kakek-neneknya. Kakeknya meyakini bahwa Srinthil sudah kerasukan indang ronggeng dan dilahirkan sebagai ronggeng.
Karena anggapan seperti itulah, Srinthil digembleng menjadi ronggeng. Di sisi lain, ada Rasus yang merasa keberatan jika Srinthil harus melalui semua syarat untuk menjadi ronggeng. Rasus adalah teman main Srinthil sejak kecil. Ia merasa sakit hati dan cemburu karena Srinthil menjadi ronggeng.
Profesi ronggeng artinya Srinthil menjadi milik umum. Kegadisan Srinthil disayembarakan. Rasus makin marah saat dirinya yang berusia 14 tahun itu tidak bisa berbuat banyak pada gadis yang dicintainya. Meski ia bisa mendapatkan keperawanan Srinthil, Rasus justru makin benci padanya karena pekerjaan ronggeng itu.
Nah, itulah tiga karya sastra klasik Indonesia terpopuler sepanjang masa. Jika kamu tertarik untuk membaca kisahnya lebih lanjut, silahkan membaca versi lengkapnya. Meskipun karya-karya tersebut adalah sastra lama, tetapi karya tersebut akan selalu menjadi karya terpopuler sepanjang masa.
Tuliskan Komentar