Buku Sang Kelana Laki-Laki di antara Luka-Luka
Rp84,000
Hidup adalah serangkaian kebetulan, dan kebetulan adalah takdir yang sedang menyamar. Terkadang kereta yang salah akan mengantarkanmu ke stasiun yang tepat.
…
Pada akhirnya,“Pengelana tetaplah pengelana, Sang kelana tetaplah kelana. Bukan berarti dia tidak ingin mencintai purnama yang sama. Ia bisa, ia ingin, ia bertaruh dan bertarung dengan luka-luka yang banyak membekas dalam perjalanan hidupnya. Ia sembuh dan pulih setelah perih, berkat dorongan dari doa-doa yang menghujam langit-langit malam. Bukan hanya dari doanya sendiri, doa itu lahir dan terucap dari kekasih dan orang-orang yang masih menganggapnya ada, dan masih mengharapkannya untuk pulang dengan tawa yang cerah dan ceria. Begitulah seharusnya pengelana, tetap berjalan, tak boleh berhenti melangkah, dan harus tetap hidup dalam kehidupan sampai nafas terakhirnya berhembus dengan pelan mesra”.
Alasan berbelanja di Detak Pustaka Toko
- Produk 100% Original
- Garansi Uang Kembali
- Banyak Metode Pembayaran
Deskripsi
Ulasan (0)
Deskripsi
Berat | 300 gram |
---|---|
Dimensi | 20 × 14 × 2 cm |
Nimade Ayu Purwani berkata kepada Sang pengelana, “Karana, aku tau kamu dan hatimu baik. Cari aku saja, aku akan jadi sayap pelindungmu sampai kapanpun.”
…
Pengelana itu menjawab, “Jejak, takdir, keadaan, perasaan, Tuhan. Ayat-ayat luka, lantunan doa-doa. Karenamu, semua perih kembali pulih, aku bertanya, lalu di mana luka-luka yang tadinya menganga? Ia sudah tertutup rapat dengan apik dan rapi. Jadi, biarkan aku tetap mencintaimu seperti pertama kali aku mencintaimu, meski aku takkan pernah tau takdir di masa mendatang akan seperti apa, meski aku tak pernah tau sampai kapan kau akan tetap mencintaiku. Meskipun aku takkan pernah tau, jejak langkah kita akan terus melangkah bersama atau melangkah menuju arah yang berbeda. Tapi senang bisa memandang purnama, matahari terbit, dan sandyakala saat matahari terbenam bersamamu”.
…
Hidup adalah serangkaian kebetulan, dan kebetulan adalah takdir yang sedang menyamar. Terkadang kereta yang salah akan mengantarkanmu ke stasiun yang tepat.
…
Pada akhirnya,“Pengelana tetaplah pengelana, Sang kelana tetaplah kelana. Bukan berarti dia tidak ingin mencintai purnama yang sama. Ia bisa, ia ingin, ia bertaruh dan bertarung dengan luka-luka yang banyak membekas dalam perjalanan hidupnya. Ia sembuh dan pulih setelah perih, berkat dorongan dari doa-doa yang menghujam langit-langit malam. Bukan hanya dari doanya sendiri, doa itu lahir dan terucap dari kekasih dan orang-orang yang masih menganggapnya ada, dan masih mengharapkannya untuk pulang dengan tawa yang cerah dan ceria. Begitulah seharusnya pengelana, tetap berjalan, tak boleh berhenti melangkah, dan harus tetap hidup dalam kehidupan sampai nafas terakhirnya berhembus dengan pelan mesra”.
Ulasan
Belum ada ulasan.